Hampir setiap orang pasti pernah ke toko buku. Entah untuk membeli buku atau membeli alat tulis. Entah untuk pemakaian pribadi atau pemakaian orang lain. Buat para bookworm toko buku adalah sekeping surga yang jatuh ke bumi. Mau itu toko buku kecil atau pun toko buku besar, pasti selalu ada perasaan senag ketika mengetahui jika di sebuah daerah yang didatangi atau ditinggali terdapat toko buku. Jika ternyata koleksinya tidak lengkap itu urusan belakangan.
Ketika sedang menjadi penempatan di Halmahera, saya ingat pertama kali yang saya lakukan ketika mendapat pemberitahuan kalau saya akan ditempatkan di Halmahera adalah mencari tahu apakah ada toko buku di daerah Halmahera dan sekitarnya. Dan saya mendapatkan jawaban toko buku terdekat di Halmahera dan sekitarnya berada di Kota Ambon. Lah.. itu kan sudah beda provinsi. Yang satu Maluku Utara dan yang lain Maluku.
Malam pertama saya berada di Maluku Utara saya sudah berhasil medapatkan toko buku terbesar di provinsi tersebut. Syukurlah toko buku dengan banyak cabang di seluruh Indonesia membuka cabang di Ternate. Selama dua tahun saya harus puas dengan toko buku tersebut karena pada saat itu toko buku online belum begitu marak. Dan karena pemekaran provinsi, entah kenapa provinsi Maluku Utara tak masuk dalam daftar ekspedisi toko buku online. Mereka hanya menampilkan provinsi Maluku.
Libreria El Ateneo Grand Splendid @ Buenos Aires, Argentina |
Beberapa kali saya berkunjung ke toko buku terbesar di Ternate saya harus puas dengan pelayanan mereka yang ya... begitu lah. Ada banyak pramuniaga yang tidak mengetahui judul dan penulis buku yang mereka jual disana. Mendengar nama penulisnya saja asing apalagi tahu judul bukunya. Saya paham kok, tidak setiap pramuniaga yang bekerja di toko buku itu suka membaca. Namun ketika sudah bekerja di toko buku mau tidak mau setiap orang yang bekerja disana harus familiar dengan beberapa nama-nama penulis khususnya penulis tenar.
Bayangkan saja, kamu ingin mencari buku berjudul Titik Nol karya Agustinus Wibowo namun mbak pramuniaganya menuliskan "Titik Nol" di kolom "Pengarang". Sampai lebaran badak pun tidak akan keluar penulis bernama Titik Nol .____. Atau ketika kamu mau mencari buku Sunset Bersama Rosie karya Tere Liye tapi mbak pramuniaganya berulang kali bertanya "Tere siapa namanya mbak?" kepadamu. Lumayan bikin nabok manja si mbak ya kan?
Itu masih bicara tentang mbak/mas pramuniaganya. Belum lagi bicara tentang susunan buku yang ada di toko buku tersebut. Kalau soal penataan sih lumayan rapi. Tapi jika dilihat lebih dalam lagi maka kita akan mendapatkan susunan yang luar biasa berantakan. Masih ingat dengan cover buku The Fault In Our Stars non cover film terjemahan Mizan Fantasi? Yang gambar kartun anak-anak sedang memandangi langit, didominasi warna kuning dan biru? Buku bergenre Young Adult tersebut diletakkan di barisan buku anak-anak karena sampulnya yang seperti buku anak-anak. Atau buku berjudul "17 Years of Love Song" karya Orizuka diletakkan di deretan buku musik karena ada kata "Song" di judulnya -___- Melihat buku-buku yang tak beraturan susunannya itu pengen banget rasanya turun tangan menyusun kembali semua buku-buku itu berdasarkan genrenya.
Livraria Lello e Irmao @ Porto, Portugal |
Sayang pada saat itu belum ada komputer pengidentifikasi lokasi buku tersedia di toko buku tersebut. Jadi saya harus mengandalkan para pramuniaga untuk mencari dimana letak buku-buku yang saya cari. Tapi meski begitu pada suatu ketika saya datang ke toko buku tersebut saya bertemu dengan mas pramuniaga yang dengan senyum lebarnya mencari buku-buku yang saya inginkan. Saya masih ingat, saya hanya berdiri di satu rak dan si mamas ganteng itu dengan ikhlasnya keliling toko buku mencari daftar buku keinginan saya. Tapi ya gitu deeehhhh... koleksinya tak begitu lengkap sehingga ada banyak buku yang saya cari tidak tersedia. Saya nggak protes atas ketidaklengkapan itu karena bantuan si mas pramuniaga luar biasa membantu banget. Sayang saya tak pernah bertemu lagi dengan si mas pramuniaga ketika saya berulang kali kembali ke toko buku itu.
Saat sudah berada di Medan, saya punya satu toko buku favorit. Masih satu cabang dengan toko buku saat di Ternate. Kali ini saya tidak punya keluhan tentang susunan buku di toko itu atau pun mbak/mas pramuniaga yang tidak familiar dengan nama-nama penulis yang saya sebutkan meski ya mbak pramuniaganya sering banget menawarkan buku-buku pada saya yang ujung-ujungnya saya tolak karena saya tidak berminat. Yang menjadikan toko buku tersebut favorit saya adalah letaknya yang dekat dengan rumah saya. Sebagai penggemar angkot, untuk mencapai toko buku tersebut hanya membutuhkan satu kali angkot dengan jarak tempuh 30 menit kalau tidak macet. Namun toko buku itu sekarang tinggal kenangan. Beberapa bulan yang lalu tepatnya tahun 2016 yang lalu, toko buku tersebut tutup. Ya ampun patah banget hati dah.
Kid's Republic @ Beijing, China |
Saat ini saya lebih sering belanja di online bookstore ketimbang di toko buku fisik. Apalagi kalau bukan diskon yang sering diberikan online bookstore tersebut. Namun jauhnya jarak antara temoat tinggal saya dengan online bookstore membuat saya harus jeli membandingkan antara harga buku berserta ongkos kirim dengan harga di toko buku fisik yang biasanya harganya telah di-upgrade setidaknya di kota saya.
Itu dia sedikit pengalaman saya dengan toko buku. Bagaimana dengan kamu? Lantas, apa hubungannya antara cerita saya dengan tiga foto toko buku yang tampil di postingan ini? Tidak ada sih, saya cuma ingin menampilkan kalau banyak toko buku di luar sana yang punya tampilan luar biasa keren. Bikin makin betah gak sih?
PS :
- sumber gambar : http://www.lifehack.org/articles/lifestyle/30-most-beautiful-bookshops-around-the-world.html
- Posting Marathon HUT 6 tahun BBI hari ketiga. Tema yang saya pilih : Pengalaman Seorang Pembaca
Di kampungku hanya ada 1 toko buku. Itupun novelnya jadul dan sangat terbatas. Solusinya jadi belanja online. Tapi ya gitu deh...ongkirnya bikin gigit dompet. Akhirnya beralih ke buku elektronik.
ReplyDeleteAsli senyum2 geli deh baca pengalaman Mba Putri, terutama saat bagian yang:
ReplyDelete"Masih ingat dengan cover buku The Fault In Our Stars non cover film terjemahan Mizan Fantasi? Yang gambar kartun anak-anak sedang memandangi langit, didominasi warna kuning dan biru? Buku bergenre Young Adult tersebut diletakkan di barisan buku anak-anak karena sampulnya yang seperti buku anak-anak. Atau buku berjudul "17 Years of Love Song" karya Orizuka diletakkan di deretan buku musik karena ada kata "Song" di judulnya -___- Melihat buku-buku yang tak beraturan susunannya itu pengen banget rasanya turun tangan menyusun kembali semua buku-buku itu berdasarkan genrenya."
Sing sabar ya, Mba...
Tapi rasanya menarik ya bisa mampir ke beberapa toko buku di daerah. Aku selama ini cukup puas dengan toko buku Ibukota dan online book store. Mungkin kalau pas lagi maen ke suatu daerah, seru juga mampir ke toko bukunya. Hehehe
Itu beneran gambar toko buku?? Kok Wa jadi pengen tinggal di sana ya.
ReplyDeleteAku jg pernah ngalamin momen nyebelin, dulu juga Wa pernah ke toko buku.. Nah, di komputernya masih ada beberapa buku tp pas wa cari gada, jd wa minta tolong carikan sama pramuniaganya, eh, dia langsung bilang, itu nggak ada stok.. Nggak niat nyari lhooo.. Katanya komputernya belum di update. Lhaaa, tau dari mana dia buku itu jelas2 gada padahal dia belum nyari jg.
Kalo belanja online biasanya nitip sama temen, wkwkk.