Monday, 7 March 2016

#239 More Than Words by Stephanie Zen

Judul : More Than Words
Sub Judul : -
Serial : -
Penulis : Stephanie Zen
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Maret 2015 (pertama kali terbit pada Maret 2015)
Tebal : 224
ISBN : 9786020313559
Genre : Young Adult, Inspirational Romance

Format : ebook
Status : pinjam di iJakarta
Rating : 3/5

Blurb : Marvel Wongso punya segalanya. Muda, cerdas, anak orang kaya.

Rania Stella Handoyo kebalikan dari semua itu. Murid beasiswa, sederhana, berusaha bertahan hidup di Singapura dengan tiap lembar dolar yang dimilikinya.

Mereka menyimpan rasa untuk satu sama lain, namun tak berani mengungkapkannya. Ketika berhasil terucap pun, yang satu selalu menganggap yang lainnya tak bersungguh-sungguh.

Dikejar keterbatasan waktu, mampukah Marvel dan Rania memaknai cinta itu lebih dari sekadar kata-kata?


Review

Rania Stella Handoyo adalah seorang gadis berusia sembilan belas tahun yang manis, pintar, supel, taat beragama dan penerima beasiswa di salah satu universitas di Singapura. Dengan beasiswa yang hanya menanggung biaya sekolah Raina, gadis itu harus hidup dengan hemat mengandalkan uang kiriman orangtuanya di Bandung yang tidak seberapa banyaknya.

Sementara Marvel Wongso adalah seorang cowok ganteng berumur dua puluh tahun, cerdas dan anak orang kaya di Indonesia. Dia kuliah di Singapura dengan biaya murni dari orangtuanya bersama William, adik Marvel yang baru berusia sepuluh tahun. Rania, Marvel dan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Singapura aktif dalam gereja Indonesia disana. Mereka tidak ingin hanya sekedar cerdas secara intelektual tapi juga kaya akan pemahaman agama.

Salah satu ajaran yang diterapkan sang pastor di gereja tersebut adalah pemahaman kalau pacaran itu untuk menikah bukan hanya untuk bersenang-senang. Itu sebabnya kelompok Rania dan Marvel tidak ada yang menjalin kasih meski tidak bisa dipungkiri ada ketertarikan lawan jenis diantara mereka.

Rania dan Marvel menjadi sahabat karib, teman untuk menumpahkan segala kepenatan,teman diskusi yang menyenangkan. Bahkan bagi Raina, Marvel adalah pensive pribadinya layaknya pensive yang dimiliki Prof. Dumbledore. Tentu saja persahabatan diantara dua orang yang berlainan jenis pasti menimbulkan getar-getar lain diantara keduanya. Marvel jatuh cinta pada Raina, begitu juga sebaliknya.

Tapi mereka kukuh pada ajaran dari gereja, lagi pula sebenarnya Raina tak begitu percaya diri bila ia menjadi pacar seorang Marvel Wongso. Mereka begitu berbeda dari segala segi bagaikan bumi dan bulan. Namun bagi Marvel ia harus segera menyatakan cintanya pada Raina karena tak lama lagi ia akan berangkat ke Amerika Serikat untuk mengambil beasiswa disana.

My Thought

Meski karakter-karakter di buku ini bisa dibilang too good to be true tapi banyak hal yang bisa diterima dengan akal sehat. Kehidupan mahasiswa yang tidak penuh dengan hedonisme, hanya sekedar nongkrong bareng lalu pulang ke apartemen masing-masing, berusaha aktif dalam kegiatan keagamaan. Dan  rasa tidak percaya diri Raina pun juga msih bisa ditolerir. Rasa tidak pede itu tidak lantas membuat Raina menjadi sosok aneh dan kuper.

Hal lain yang saya sukai dalam buku ini adalah Stephanie Zen lumayan detil menuliskan berbagai lokasi yang menjadi latar dalam buku ini. Saya juga suka pada konsep pacaran untuk menikah, bukan untuk bersenang-senang seperti yang ditekankan dalam buku ini.

Cuma ada hal lain juga yang mengganjal di hati saya ketika membaca buku ini. Bagaimana mungkin seorang remaja berumur dua puluh tahun yang hidup di jaman sekarang yang serba hedonis bisa merasa yakin seyakin-yakinnya kalau cewek yang ditaksirnya adalah orang yang ingin dinikahinya entah sekarang atau pun nanti.

Rasanya mustahil untuk seorang cowok berumur dua puluh tahun punya pemikiran "it's so easy to picture my future with you. That is one thing that I could've never been able to do with anyone else." Kalau tadi umurnya sekitar 23-25 tahun sih saya masih bisa menerimanya. Namun secara keseluruhan saya suka pada buku ini dan berniat membeli paperback-nya.

Favorite Quotes

"Tujuan pacaran adalah pernikahan. Jangan pernah pacaran dengan seseorang jika kamu nggak yakin akan menikah dengannya." (hal. 154)

"Cowok sangat rentan selingkuh. Ketika mereka punya pacar, mereka butuh fisik pacar mereka ada, bukan hanya hati... Keberadaan, bagi sebagian besar dari mereka, haruslah solid bukan abstrak." (hal. 183)


1 comment:

  1. Aku lagi baca ini, kak. masih dihalaman 100an sih. Hihi. Aku juga setuju dan suka sama kehidupan mahasiswa nya yang gak diisi dengan kehedonisan semata, lebih banyak quality time nya, nongkrong, jalan bareng, ke acara agama. Yah padahalkan setting nya di Spore gitu lhoo hehe

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkomentar. Komentar sengaja dimoderasi untuk menghindari spam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...