Tuesday, 7 August 2012

#51 Memori by Windry Ramadhina


"Untuk mereka yang merindukan rumah-tempat berbagi cinta, kenangan, dan tawa yang tidak pernah pudar."

Hhhmmm.... Kalimat pembuka yang langsung (meminjam istilah seorang teman) menusuk jantung tembus ke hati saya. Adalah salah besar ketika saya membaca buku ini dalam bulan puasa dan berharap bisa berkumpul bersama keluarga untuk setidaknya sekali saja berbuka puasa dan sahur bersama. Buku ini kembali membuat saya terpaksa gigit jari karena keinginan itu hanya akan menjadi harapan yang tak terwujud. Baiklah... lupakan tentang saya, karena buku ini berbicara bukan tentang saya melainkan tentang Mahoni.

Nun jauh di Amerika Serikat sono, tepatnya di kota Virginia, Mahoni hidup sendiri dan berusaha mengejar mimpinya menjadi seorang arsitek terkenal sekaligus melarikan diri dari segala hal yang berhubungan dengan cinta dan keluarga di Indonesia.

Mahoni, yang namanya diambil dari nama salah satu jenis kayu, besar dalam drama yang dibangun sang ibu, Mae. Sebagai seorang pengarang sekaligus drama queen, Mae sukses menanamkan rasa benci pada diri Mahoni terhadap Papa dan Grace, istri baru Papa yang dianggap Mae merebut semua kebahagiaannya. Begitu bencinya Mahoni pada Papa, hingga ia tak sudi untuk mengenal adik barunya dan pergi dari kehidupan Papa tanpa kabar apa pun. Hingga hari itu, Mahoni mendapat kabar kalau Papa dan Grace meninggal. Mahoni harus secepatnya balik ke Indonesia.

Kepulangan itu ternyata tak semudah yang Mahoni bayangkan. Kebencian yang dirasakannya kepada Papa membuat Mahoni sulit untuk kembali datang ke rumah masa kecilnya. Kepulangan yang awalnya hanya direncanakan dua hari berubah total. Ada Sigi, adik yang tak pernah dianggapnya sebagai adik, kini menjadi yatim piatu. Tak ada yang dapat menjadi walinya kecuali Mahoni. Kebencian Mahoni berlipat ganda selain karena ia anak hasil hubungan Papa dengan Grace, juga karena Sigi menghancurkan mimpi Mahoni. Sigi, yang berarti Damar dalam bahasa Sumatera, adalah jenis kayu favorit Papa.

Kepulangan itu tak hanya membawa Mahoni mengenal Sigi, tapi juga pada Simon. Laki-laki yang dulu sempat menawarkan Mahoni untuk sama-sama melanjutkan mimpi ke negeri Belanda selepas kuliah, namun ditolak mentah-mentah Mahoni. Toh sesuai ajaran Mae, laki-laki hanya memanfaatkanmu lantas mencampakkanmu ketika ia tak butuh lagi.

"Sebaliknya, kau bisa mewujudkan impian seseorang dengan kompromi. Itu sesuatu yang kita lakukan setiap saat tanpa sadar. Di rumah. Dengan keluarga kita."

Bibirku membentuk senyum masam. Aku tahu, tetapi "Aku tidak punya keluarga, ingat?"

Doh.... rasanya pengen jitak kepala Mae, dan menenggelamkan dia ke dasar laut. Sosoknya terlalu egois untuk menjadi seorang ibu. Dengan teganya Mae meracuni pikiran Mahoni sehingga Mahoni begitu benci pada papanya. 

Tokoh yang menarik perhatian saya adalah Sigi. Dengan gaya khas remajanya membuat saya suka melihat ketegaran dia setelah kedua orangtuanya meninggal secara mendadak dan terpaksa harus hidup dibawah asuhan kakak yang tak dikenal tapi juga amat sangat membencinya. Kalau untuk Simon sendiri sih, saya senang pada penulis yang tak membentuk sosok hero ala Rangga di AADC. Cukup sinis tapi tidak dingin pada lawan jenis.

Dengan latar belakang dunia arsitek yang ditekuni sang penulis, buku ini cukup banyak mengupas tentang dunia arsitek meski hanya sekedar mengambil nama-nama arsitek, aliran-aliran yang ada, tapi dengan penjelasan yang minim sekali. Sehingga bagi para pembaca yang awam terhadap dunia arsitek (termasuk saya) hanya menjadi penghias cerita. Tapi perkenalan pertama saya dengan karya Windry Ramadhina, tidak mengecewakan sehingga saya berniat untuk lanjut membaca karyanya.

Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 312 halaman
Kategori : Contemporary Romance
ISBN : 9789797805623
Rating : 4 dari 5 smileys untuk Mahoni yang telah berhasil menemukan kembali rumahnya


6 comments:

  1. nah ada karya nya yang lain, judulnya Orange. :p
    pengen beli bukunya tapi ga jadi2 akibat dibisikin yg enggak2 ma tmn.
    sekarang habis baca buku ini, Orange jadi incaran :p

    ReplyDelete
  2. >>Sigi, yang berarti Damar dalam bahasa Sumatera

    bahasa sumatra mana kah ini?
    ah bukunya windry, satupun belum pernah kubaca. Udah punya yang metropolis :)

    ReplyDelete
  3. aku sukaaaa sama Windry. Udah suka sejak baca Orange sekian tahun lalu.
    Sayang belum sempat kebeli juga yg Memory ini.
    Tahu kamu pengen baca bukunya Windry, kemarin sekalian kukirim Orange-nya, put

    ReplyDelete
  4. wah penasaran, seklai-kali coba baca karya yang mbahas dunia arsitek

    ReplyDelete
  5. Simoooonnn yaampun simon ganteng bangett, gara gara baca buku ini aku jadi pengen kuliah arsitektur tau kak abisan kayaknya keren gima gitu haha apalagi nama nama di buku ini ada unsur kayunya. Pokoknya aku suka bgt sama novel ini.

    ReplyDelete
  6. Memori juga adalah buku pertama dari Windry Ramadhina yang saya baca. Dan setelah itu, saya percaya dengan buku-bukunya, saya yakin, kalau Windry Ramadhina yang nulis, pasti bagus. Selain Memori, saya baru pernah baca Interlude, dan anggapan saya tetap sama.

    Ada dua hal yang paling saya suka dari Memori. Pertama adalah latar belakang dunia arsiteknya. Itu keren sekali. Ini pertama kalinya saya membaca novel dengan latar belakang profesi arsitek yang begitu kuat. Sampai-sampai saya nyaris menyesal kenapa dulu saya tidak mengambil kuliah arsitek XD

    Yang kedua saya suka pesannya. Pesan yang saya tangkap setelah membaca Memori adalah pelajaran tentang bagaimana menyikapi sebuah kenangan. Entah kenangan itu manis atau pahit, yang penting adalah bagaimana menyikapinya agar hidup yang terus berjalan menjadi lebih menyenangkan, alih-alih tetap terjebak dalam pahitnya kenangan buruk.

    Dan itu digambarkan dengan bagaimana cara Mae dan Mahoni menyikapi sebuah memori. Ibu dan anak, sam-sama pernah merasakan luka, manusiawi memang kalau mereka memendam kebencian, tapi yang satu memilih untuk tetap terjebak dan yang satu memilih untuk berdamai.

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkomentar. Komentar sengaja dimoderasi untuk menghindari spam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...