“Bukankah Uncle selalu bilang kita tidak boleh melupakan masa lalu. Berdamai tapi tidak melupakan.” (Sakura – p. 229)
Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian? Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa. Malah lucu serta gemas saat dikenang.
Sebenarnya, apakah pengorbanan memiliki harga dan batasan? Atau priceless, tidak terbeli dengan uang, karena hanya kita lakukan untuk sesuatu yang amat spesial di waktu yang juga spesial? Atau boleh jadi gratis, karena kita lakukan saja, dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali-kali.
Sebenarnya, siapakah yang selalu pantas kita sayangi?
Sebenarnya, apakah itu arti 'kesempatan'? Apakah itu makna 'keputusan'?
Bagaimana mungkin kita terkadang menyesal karena sebuah 'keputusan' atas sepucuk 'kesempatan'?
Sebenarnya, dalam hidup ini, ada banyak sekali pertanyaan tentang perasaan yang tidak pernah terjawab. Sayangnya, novel ini juga tidak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan itu. Novel ini ditulis untuk menyediakan pengertian yang berbeda, melalui sebuah kisah di pantai yang elok. Semoga setelah membacanya, kita akan memiliki satu ruang kecil yang baru di hati, mari kita sebut dengan kamar 'pemahaman yang baru'.
^^^^^^^^^^
Malam masih belum larut saat Tegar melakukan teleconfrece dengan sahabatnya Nathan dan Rosie yang sedang merayakan ulang tahun pernikahan bersama keempat putri mereka, Anggrek, Sakura, Jasmine dan si kecil Lili di kafe milik Kadek di Jimbaran, Bali. Keempat anak-anak itu sangat heboh melakukan teleconfrence dengan Paman, Uncle, Om yang paling hebat, keren, dan super mereka. Saat itu juga menjadi momen yang meluluhlantakkan kehidupan mereka semua sebagaimana Bom meluluhlantakkan kafe Kadek pada malam itu.
Tanpa pikir panjang Tegar bergegas ke Bali mencari kabar kondisi terbaru keluarga Nathan. Terlalu terburu-burunya, ia sampai melupakan janji terpentingnya kepada Sekar. Di Bali ia mendapati Nathan meninggal dunia akibat cedera kepala parah, sementara Sakura mengalami patah tulang, syukurlah keadaan yang lain baik-baik saja.
Konon menurut Kubler-Ross ada beberapa fase emosi manusia yang berduka akibat kematian. Salah satu fase tersebut adalah depresi, yang juga dialami oleh Rosie. Akibat beratnya depresi yang dialami Rosie, Tegar memutuskan untuk memasukkan Rosie ke dalam shelter perawatan penanganan masalah kejiwaan. Ya... semenjak kejadian bom di Jimbaran Tegar mengambil alih urusan pengelolaan resor Nathan dan Rosie. Pengambilalihan itu juga berarti ikut mengurus seluruh anggota keluarga yang ditinggalkan Nathan, juga berarti Tegar kembali melupakan janjinya pada Sekar.
Masalah muncul ketika ternyata perasaan yang puluhan tahun dipendam Tegar kepada Rosie menyeruak kembali. Perasaan yang diyakini Tegar telah berubah dari cinta seorang laki-laki kepada perempuan menjadi cinta sebagai satu keluarga. Ah... benarkah rasa cinta itu bisa bertransformasi meskipun terendap puluhan tahun, menjelma dalam masa-masa penuh kerja keras tak kenal lelah demi melupakan rasa sakit di hati, menjelma dalam bentuk keluar dan hilang dari kehidupan yang dicintai???
^^^^^^^^^^
Pada dasarnya kisah ini adalah kisah cinta biasa. Cinta Lama Belum Kelar Bersemi Kembali. Namun menjadi berbeda saat Tere Liye mengisahkannya. Jatuh bangun emosi yang dialami semua tokoh cukup mengaduk-aduk perasaan. Belum lagi renungan perasaan yang dilakukan Tegar membuat saya berkali-kali menutup buku, menarik nafas panjang sejenak karena seakan ada beban yang menyesak di dada, lalu mempertanyakan kembali renungan perasaan Tegar kepada diri sendiri. Tegar sendiri bagi anak jaman sekarang termasuk kategori susah move on. Tapi bisakah seorang Tegar move on dengan cepat??? Melupakan cinta yang dipendam selama dua puluh tahun??? Mungkin butuh waktu dua puluh tahun juga untuk melupakan cinta itu. Tegar juga so lovable dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sepertinya seorang Tegar Karang bakal masuk dalam Kandidat Best Book Boyfriend 2012.
Tak hanya ada cinta di buku ini. Ada juga maaf yang teramat besar yang diajarkan oleh Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lili. Sungguh, anak-anak adalah guru terhebat bagi orang dewasa. Mereka punya hati yang tak terkotori oleh penyakit hati apapun. Mereka mengajarkan pada kita bagaimana memaafkan siapa pun yang pernah menyakiti kita. Mengajarkan bagaimana memahami indahnya menerima, memaafkan, tapi tidak melupakan.
"Jasmine... Jasmine tidak akan membenci. Demi Paman Tegar yang mengajarkan Jasmine menyulam, merajut. Jasmine... Jasmine tidak akan pernah membenci Om. Karena Jasmine percaya apa yang Paman Tegar bilang. Sungguh percaya. Ayah, kata Paman Tegar, Ayah tersenyum senang di surga kalau Jasmine bisa memaafkan Om." (p. 245)
Pic taken from here |
Cara Tere Liye menggambarkan Gili Trawangan sungguh membuat saya ingin datang sendiri ke pulau itu dan merasakan keindahannya. Dan terutama ingin menyaksikan sunset yang selalu mampu memukau Tegar. Bicara tentang cover, dengan sangat menyesal harus saya katakan saya tidak menyukai cover terbitan Mahaka Publisher ini. Memang suasana sunset yang dijadikan cover sesuai dengan judul cerita. Namun penempatan bunga Mawar sebagai lambang atas nama Rosie, namun terasa kurang tepat bagi saya. Mungkin jika bunga tempelan itu tidak ada, covernya akan terasa jauh lebih manis, setidaknya menurut saya. Mungkin gambar disebelah kiri lebih pantas dijadikan cover. Sunset yang diabadikan di Gili Trawangan.
Alur ceritanya yang cepat dengan penokohan yang tak terlalu banyak, ditambah konflik yang minim membuat buku ini cepat diselesaikan. Tapi bukan berarti buku ini datar dan hanya cukup enak dibaca. Cara Tere Liye menuturkan cerita yang membuat emosi teraduk-aduk justru yang menjadi kekuatan dalam buku ini. Adegan yang paling saya sukai dalam buku ini adalah adegan yang berlangsung di ruang persidangan. Menohok perasaan sekaligus mengajarkan tentang kebesaran hati dalam memaafkan.
"Di antara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu yang paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun muncul di menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang menggambang di persawahan hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampaui lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi; malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan dan helaan nafas tertahan." (p. 421)
Judul : Sunset Bersama RosiePenerbit : Mahaka PublisherHalaman : 429
Kategori : Contemporary Romance
Loe orang kedua yg gw tahu yg berencana memasukkan Tegar sbg best book boyfriend 2012. Jadi makin penasaran sm Tegar
ReplyDeleteemang yang no 1 siapa?
ReplyDeleteeh ada Mas Tezar. *salah fokus mbedain Tegar dan Tezar :p
ReplyDeletekayaknya Tegar ini Kemarin masuk kandidat boyfriends tahun 2011nya beberapa BBI deh :D
Suka dengan semua karya Tere Liye, tapi belum baca yang ini. Terima kasih buat reviewnya... ;)
ReplyDeleteSalam kenal.
ReplyDeleteSuka sekali ama cerpen/novel/roman, ya...?
Saya setuju dengan hampir semua reviewnya mbak. Tere Liye sukses keras mengaduk-aduk emosi pas baca buku ini. Senang, sedih, sebel, geregetan semua ada. Dan sama juga dengan mbak, bagian favorit itu yang pas persidangan. Berdamai itu bagaimanapun jika masalahnya sangat menyakitkan pasti bikin nangis, beda tipis sama kebahagiaan yang luar biasa. Salut untuk 4 kuntum bunga Dani-Rosie! Well, walaupun endingnya ga sesuai harapan saya dan berpikir bahwa urusan Tegar ini memang bener-bener belum kelar banget ya kalo ga sampai depan penghulu, tapi buku ini tetap berkesan dan membuat berpikir tentang pelajaran2 dalam hidup :)
ReplyDeletePas lihat covernya, tidak terlalu menarik. Tapi karena buku ini karya Tere Liye, jadi aku ambil juga. Dari rak buku di perpus, alias pinjem :D
ReplyDeleteAlurnya mengalun dengan tenang, tapi benar-benar mengaduk-aduk emosi. Konfliknya berjalan dan saya nggak bisa berhenti membuka halaman berikutnya, juga nggak bisa berhenti nangisnya sampai halaman terakhir.
Banyak banget pelajaran hidup yang bisa diambil dari buku ini. Salut buat Bang Tere. :)
saya 99% setuju dg review mbak putri. tereliye memang pandai mengaduk-aduk emosi pembaca. Juga tere liye terlalu baik dalam mendiskripsikan tempat sehingga terkadang pembaca ingin datang ketempat dimana setting novel itu berlangsung.
ReplyDeletesudah 2 tahun saya mencari buku ini tapi belum juga bertemu. menurut saya tisak ada yang lebih indah drpada membaca review yang luar biasa dari buku yang luar biasa pula
Aku sama kayak kakak!
ReplyDeleteBerkali-kali nutup novelnya cuma buat narik nafas. Entah kenapa ikutan ngerasain sesaknya jadi Tegar.
Ada beberapa quote yang aku suka juga
-"Mengapa dua puluh tahunku setara dengan dua bulannya?"
Aduh, langsung nutup mata gara-gara nyesek.
-"Sungguh, tidak ada mawar yang tumbuh di tegarnya karang."
ucapannya Oma berasa ngingetin kalo Rosie itu memang bukan jodohnya Tegar :"(
Tapi, aku lebih kasihan lagi sama Sekar. Ngebayangin besok mau tunangan, tapi Tegar malah pergi buat ngebantu Rosie. Yang bisa dibilang First Love-nya lah. Patah hati aku kalo jadi Sekar.
Satu quote lagi yang aku suka
"Kau tidak akan pernah mendapatkan seseorang kalau kau terlalu mencintainya”.
Np: Ayo, Kak! Ke Gili Trawangan bareng! :D
Kekuatan Tere Liye emang di 'ngaduk-ngaduk emosi pembaca' kan kak? dan kalimat-kalimatnya daleeeem minta ampun. sunset bersama rosie nggak terlalu suka.... Tegarnya itu bukannya malah kelihatan ragu? bingung? dia nggak kasiankah sama si Sekar? Tapi bener kata Sekar sih. mendingan ngelepas sekarang daripada sampai sepuluh dua puluh tahun ke depan nggak bisa lupa. Tegarnya kayak semacam php nggak jadi gitu... dan aku belajar kalo setiap orang bisa egois. termasuk walau itu sudah lama sekalipun. rosie kan sudah lama suka ke tegarnya. tapi ya gitulah. aaargh. kenapa takdir menjadi buruk buat mereka berdua? dan kenapa menjadi buruk bagi Sekar?
ReplyDelete